Sangkuriang adalah legenda yang berasal dari
Tatar Sunda.
Legenda tersebut berkisah tentang terciptanya danau Bandung,
Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang,
dan Gunung Bukit Tunggul.
Dari legenda tersebut, kita dapat menentukan sudah berapa lama orang Sunda
hidup di dataran tinggi Bandung. Dari legenda tersebut yang didukung dengan
fakta geologi, diperkirakan bahwa orang Sunda telah hidup di dataran ini sejak
beribu tahun sebelum Masehi.
Legenda Sangkuriang awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis
mengenai legenda ini ada pada naskah Bujangga
Manik yang ditulis pada daun lontar yang
berasal dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskah tersebut
ditulis bahwa Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran Bujangga
Manik atau Ameng Layaran mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu
di pulau Jawa
dan pulau Bali
pada akhir abad ke-15.
Setelah melakukan perjalanan panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang
sekarang menjadi kota Bandung. Dia menjadi saksi mata yang pertama kali menuliskan
nama tempat legendanya. Laporannya adalah sebagai berikut:
Leumpang aing ka baratkeun (Aku berjalan ke arah barat)
Datang ka Bukit Patenggeng (kemudian datang ke Gunung
Patenggeng)
Sakakala Sang Kuriang (tempat legenda Sang Kuriang)
Masa dek nyitu Ci tarum (Waktu akan membendung Citarum)
Burung tembey kasiangan (tapi gagal karena kesiangan)
Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa
dan dewi yang berbuat kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk
turun ke bumi dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi babi hutan (celeng)
bernama celeng Wayung Hyang, sedangkan sang dewa berubah menjadi anjing bernama
si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon
pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah
pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung
dalam daun caring (keladi
hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok
kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah
bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpa sengaja meminum air seni sang raja
tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik,
karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di
tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi
perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias
Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak
para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada
yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara
sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di
sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik
menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke
bawah bale-bale. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa
dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila
berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan
dijadikan saudarinya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang
Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahan
dan janjinya, maka ia pun harus menikahi si Tumang. Karena malu, kerajaan
mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada
malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai dewa yang
tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang
sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan
bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak
yang kuat dan tampan.
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan
hati menjangan, maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk
berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak nampak
hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan
yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar babi
hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenali
Celeng Wayung Hyang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri maka si Tumang tidak
menurut. Karena kesal Sangkuriang menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan
tetapi secara tak sengaja anak panah terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk
anak panah. Sangkuriang bingung, lalu karena tak dapat hewan buruan maka
Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang dan mengambil hatinya. Hati si
Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan
dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati
si Tumang, suaminya sendiri, maka kemarahannya pun memuncak serta-merta kepala
Sangkuriang dipukul dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga
terluka.
Sangkuriang ketakutan dan lari meninggalkan rumah.
Dayang Sumbi yang menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari dan
memanggil-manggil Sangkuriang ke hutan memohonnya untuk segera pulang, akan
tetapi Sangkuriang telah pergi. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada
Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu
Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan
sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi
dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti, sehingga
Sangkuriang kini bukan bocah lagi, tetapi telah tumbuh menjadi seorang pemuda
yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur
akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di
tempat Dayang Sumbi, ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri
cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi
melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi
tetap cantik dan awet muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang
ksatria tampan itu adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih
mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut
Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah
putranya, dengan tanda luka di kepalanya, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi.
Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat
tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat
pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar
Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan
membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh
di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tanggul.
Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan
bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai dikerjakan.
Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang
tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu
bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus
anak buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka merekapun
lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal memenuhi syarat Dayang
Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di puncak kemarahannya,
bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro
dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan
menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun
menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah
ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari
menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang
Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun
memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun
berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di
sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib
(ngahiyang).
http://id.wikipedia.org/wiki/Sangkuriang_%28legenda%29