Etika
bisnis memiliki definisi yang hampir sama dengan etika profesi, namun secara
lebih rinci. Etika bisnis adalah perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan
oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen, atau perwakilan suatu perusahaan.
Dalam
menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang diperhatikan antara lain:
pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati
diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang
berkelanjutan, dan menghindari 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi
dan Komisi), mampu mengatakan yang benar itu benar. Dengan adanya moral dan
etika dalam dunia bisnis, serta kesaran semua pihak untuk melaksanakannya, hal
tersebut dapat dikurangi serta mampu menghadapi era globalisasi.
A.
Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan
bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu
lembanga organisasi atau perubahan. Faktor – faktor yang mempengaruhi
lingkungan bisnis adalah :
1. Lingkungan
internal
Segala sesuatu didalam organisasi
atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi atau perusahaan tersebut.
2. Lingkungan
Eksternal
Segala sesuatu di luar batas-batas
organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau perusahaan.
Perubahan
lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu dan situasi bisnis yang semakin
komperatif menimbulkan pesaingan yang semakin tajam, ini di tandai dengan
semakin banyaknya perusahaan milik pemerintah atau swasta yang didirikan baik
itu perusahaan berskala besar, perusahaan menengah, maupun perusahaan berskala
kecil.
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah, antara lain:
a.
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan
dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan
pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap
manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi /
pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering digunakan
untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu
karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat
menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
b.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari
pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan
yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan
perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan
pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang
memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah
dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa
takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang
lebih baik.
c.
Reputasi Perusahaan
dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana
perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku.
Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah,
tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan.
Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak
goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena
pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
d.
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu
industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama
dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan
yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat
menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak
pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak
masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang.
B.
Kesaling – tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan
hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders,
suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para
pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya
stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan
pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam
berbisnis.
Lingkungan bisnis
yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan
mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya,
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola
hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis
merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah
etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga
memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan
bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
1.
Hubungan antara bisnis dengan
langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan
langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu
bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya
dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
·
Kemasan yang berbeda-beda
membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga
terhadap produknya.
·
Bungkus atau kemasan membuat
konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya.
·
Pemberian servis dan terutama
garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
2.
Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu
berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika
pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi
beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau
kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau
pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3.
Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan
antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi
hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal
maupun distributor.
4.
Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan
Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian
informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon
investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai
terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
5.
Hubungan dengan Lembaga-Lembaga
Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga
keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat
finansial.
C.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan
sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni
Gus Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit
birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan
etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha
terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi “emosional” saja
dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar
dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem
syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis
tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu
menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari
masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan
yang melingkupinya.
Walaupun seseorang
atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral
mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh
kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau
sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa
pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan
bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun
masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di
negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati
hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara
batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral
adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum
adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkandi depan pengadilan.
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan
moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum.
Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya
dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
D.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1. Situasi dahulu Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa
Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
E.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis,
dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai
shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka
hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap
berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Dalam menciptakan
etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal
sebagai berikut :
1.
Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan
menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak
bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi
masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
2.
Pengembangan Tanggung Jawab
Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3.
Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak
mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan
teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun
demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,
tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki
akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.
Menciptakan Persaingan yang
Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu
untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak
mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku
bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan
sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan
yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.
Menerapkan Konsep “Pembangunan
Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6.
Menghindari Sifat 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu
menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang
dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam
dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.
Mampu Menyatakan yang Benar itu
Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu
memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena
persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi”
serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri
untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8.
Menumbuhkan Sikap Saling
Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang
“kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha
kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang
bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah
waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan
berkiprah dalam dunia bisnis.
9.
Konsekuen dan Konsisten dengan
Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah
ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen
dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis
telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak
yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
10.
Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuh
kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati
adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki
oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam
berbisnis.
11.
Menuangkan ke dalam Hukum
Positif
Perlunya sebagian etika bisnis
dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan
dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
“proteksi” terhadap pengusaha lemah.
SOAL
1.
perilaku etis atau tidak etis
yang dilakukan oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen, atau perwakilan suatu
perusahaa adalah ....
a.
Etika Bisnis
b.
Etika Profesi
c.
Etika
d.
Etika Bisnis
dan Profesi
2. Lingkungan Bisnis yang mempengaruhi Etika adalah
....
a.
Lingkungan
Internal
b.
Lingkungan
Eksternal
c.
Jawaban A dan
B salah
d.
Jawaban A dan B benar
3.
Kemasan yang berbeda-beda
membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga
terhadap produknya yaitu ...
a.
Hubungan antar bisnis
b.
Hubungan
dengan Investor
c.
Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
d.
Hubungan
dengan Lembaga Keuangan
4.
Etika Bisnis
meluas ke Eropa sejak tahun
a.
1990
b.
1980
c.
1997
d.
1982
5.
Dalam menciptakan etika
bisnis, Dalimunthe menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut ,kecuali ....
a.
Pengendalian
Diri
b.
Mempertahankan Jati
Diri
c.
Menciptakan Persaingan yang
Sehat
d.
Memiliki sifat 5 K
Sumber :
https://harmbati.wordpress.com/2014/10/03/perilaku-etika-dalam-bisnis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar