Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian
melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari
selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian
juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang
dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan
yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran
yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang
dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang
dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi
dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar
negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara
adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai
proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian
pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam
perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara
tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat
surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian,
yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya
surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang
pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat
dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan
pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman
perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara
(government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa
penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam
negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang
lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang
luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan
negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek
ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman
luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar
negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya
dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman
luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam
negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut
akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan
penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan
menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber
dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya
pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri
yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun
kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai
lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Dalam sektor
luar negeri,kebijaksanaan fiskal dan moneter dikombinasi menjadi :
1. Kebijaksanaan menekan pengeluaran
,dilakukan dengan cara mengurangi tingkat konsumsi/pengeluaran yang dilakukan
oleh para pelaku ekonomi di indonesia .
2. Kebijaksanaan memindah pengeluaran
,pengeluaran para pelaku ekonomi tidak berkurang hanya dipindah dan digeser
pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian.
(sumber: http://farhanaperekonomianindonesia-farhana.blogspot.com/2012/06/kebijaksanaan-pemerintah_18.html)
(sumber: http://firyalekaagustya.blogspot.com/2012/06/kebijaksanaan-pemerintah.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar